Selasa, 19 Januari 2010

Filsafat dan Bahasa

FILSAFAT, BAHASA, DAN PSIKOLOGI

A. Pendahuluan
Filsafat, bahasa, dan psikologi sebagai sebuah ilmu memiliki posisi yang sejajar dan saling membutuhkan antara yang satu dengan yang lain. Kattsoff (2004:3) menjelaskan bahwa secara sederhana tujuan filsafat adalah mengumpulkan pengetahuan manusia sebanyak mungkin dan menerbitkan serta mengatur semua itu di dalam bentuk yang sistematis. Filsafat ini membawa kita pada pemahaman, dan pemahaman membawa kita kepada tindakan yang lebih layak.
Secara implisit Kattsoff menguraikan bahwa filsafat bukan sekedar sesuatu yang dangkal, melainkan lebih mencari akar semua persoalan keilmuan. Hasilnya, akan membentuk pola pemikiran dan tindakan yang ideal dalam semua bidang atau keilmuan. Dalam hal ini posisi filsafat dalam bahasa menjadi penting, karena digunakan untuk menelusuri sesuatu yang paling urgen dalam bahasa. Lahirlah filsafat bahasa.
Filsafat bahasa merupakan salah satu disiplin ilmu baru. Istilah ini muncul bersamaan dengan kecenderungan filsafat abad ke-20 yang bersifat logosentris. Itulah sebabnya, banyak ditemukan kesulitan untuk mendapatkan batasan yang pasti mengenai filsafat bahasa.
Untuk beberapa persoalan dalam bahasa, misalnya analisis makna, hubungan antara ujaran dan dunia pengalaman, dan makna struktural berbagai jenis kalimat, tampaknya sukar dan kurang bermanfaat untuk menarik garis batas antara bidang bahasa dan bidang filsafat. Oleh karena itu Robins (1992:502) berpendapat, bahwa kesulitan untuk menentukan bidang kajian filsafat bahasa dapat diatasi dengan melihat topik dan bidang yang diteliti. Topik dan bidang penelitian dalam domain filsafat sekaligus linguistik dikenal sebagai filsafat bahasa.
Verhaar (dalam Hidayat, 2006:12) menunjukkan dua jalan yang terkandung dalam istilah filsafat bahasa, yaitu (a) filsafat mengenai bahasa, dan (b) filsafat berdasarkan bahasa. Objek dari pengertian filsafat bahasa sebagai “filsafat mengenai bahasa”, Verhaar memberikan contoh ilmu bahasa, dan psikologi bahasa sebagai objek kajiannya. Filsafat bahasa yang diartikan sebagai “filsafat berdasarkan bahasa” mengandung pengertian bahwa seorang filosof itu ingin berfilsafat dan mencari sebuah sumber yang dapat dijadikan titik pangkal yang menyediakan bahan-bahan yang diperlukan.
Verhaar memberikan dua pengertian bahasa yang dijadikan titik pangkal untuk berfilsafat dalam filsafat berdasarkan bahasa ini, yaitu bahasa yang diartikan eksklusif dan bahasa yang diartikan inklusif. Bahasa dalam pengertian eksklusif ialah bahasa yang didefinisikan sebagai alat komunikasi sehari-hari. Dengan demikian, bahasa itu mencerminkan semacam visi kodrati spontan yang dapat dipakai sebagi sumber berharga untuk filsafat. Sedangkan yang dimaksud dengan bahasa dalam pengertian inklusif ialah bahasa yang tidak digunakan dalam arti sehari-hari dalam komunik asi, seperti bahasa tari, bahasa musik, bahasa cinta, bahkan bahasa alam semesta.
Hidayat (2006:13) mempertegas bahwa filsafat bahasa perlu didekati dari dua pandangan, sebagaimana pandangan terhadap filsafat secara umum. Filsafat bahasa dilihat sebagai ilmu dan filsafat sebagai metode berpikir. Filsafat sebagai ilmu memiliki pengertian bahwa filsafat bahasa merupakan kumpulan hasil pikiran para filosof mengenai hakikat bahasa yang disusun secara sistematis untuk dipelajari dengan menggunakan metode tertentu. Sedangkan sebagai metode berpikir, ia bisa diartikan sebagai metode berpikir secara mendalam dan universal mengenai hakikat bahasa.
Pendapat Verhaar maupun Hidayat memiliki singgungan pemikiran yang sama. Keduanya dapat berintegrasi menjadi istilah baru dalam filsafat bahasa. Dalam pandangan penulis, filsafat bahasa ditinjau dari (1) filsafat berdasarkan ilmu bahasa, dan (2) filsafat berdasarkan bahasa sebagai metode berpikir. Objek pandangan yang pertama berkisar di wilayah ilmu bahasa, sosiologi bahasa, maupun psikologi bahasa. Sedangkan wilayah pandangan kedua, menjadi bahasa sebagai alat berlogika untuk melahirkan ide-ide filsafat dan gagasan kehidupan secara umum.
Munculnya pemikiran tentang psikologi bahasa sebagai objek filsafat berdasarkan ilmu bahasa, menunjukkan adanya hubungan yang erat antara bahasa dan psikologi. Ketika seseorang menyampaikan ide dan pokok-pokok pikiran dengan menggunakan bunyi-bunyi bahasa, pikiran, intuisi, dan seluruh komponen psikis terlibat di dalamnya. Dapat diamati proses komunikasi antara orang tua dengan anak-anak. Proses ini akan menimbulkan kaidah pergaulan di antara keduanya dengan mempertimbangkan aspek-aspek psikologis bagi mereka. Terdapat kaitan yang cukup berarti antara bahasa dan psikologi, maupun psikologi dengan bahasa.
Alwasilah (2008:) mempertegas hal tersebut dengan menjabarkan fungsi-fungsi bahasa yang mendukung dokumentasi peradaban manusia. Fungsi-fungsi tersebut sebagai berikut: (1) fungsi kognitif, yaitu melalui ilmu pengetahuan dan filsafat manusia mencari kebenaran. Dengan bahasalah manusia menjelaskan proposisi-proposisi yang dipikirkannya, apakah benar atau salah; sehingga ia menerima atau menolaknya secara rasional; (2) fungsi emotif, fungsi ini mencakupi fungsi ekspresif dan evokatif. Yang disebut pertama, merujuk pada peran menyatakan perasaan, sedangkan yang disebut terakhir merujuk pada suasana yang menyebabkan orang lain memberi respon emosional terhadap suasana; (3) fungsi imperatif, dengan bahasa manusia dapat mempengaruhi orang lain untuk melakukan sesuatu. dengan kata lain, dengan bahasa manusia mengontrol perilaku manusia lain; (4) fungsi seremonial, sebagai cara untuk menghormati orang lain, dan (5) fungsi metalingual, berkaitan dengan kemampuan manusia untuk mendeskripsikan bahasa (dirinya sendiri).
Pemikiran di atas secara implisit mendeskripsikan kegayutan antara bahasa dan psikologi, terutama dalam komunikasi sehari-hari. Pemakai bahasa akan selalu memanfaatkan kompetensi psikisnya ketika melakukan interaksi dan komunikasi dengan pihak-pihak lain di luar dirinya. Oleh sebab itu, pada abad silam terdapat dua aliran filsafat yang saling bertentangan dan saling mempengaruhi perkembangan bahasa dan psikologi. Yang pertama adalah aliran empirisme yang mempunyai ikatan erat dengan psikologi asosiasi. Aliran empirisme melakukan penelitian terhadap data empiris atau objek yang dapat diobservasi dengan cara menganalisis unsur pembentuknya sampai yang sekecil-kecilnya. Oleh karena itu aliran ini disebut bersifat atomistik dan lazim dikaitkan dengan asosianisme dan positivisme. Aliran kedua dikenal dengan nama rasionalisme. Aliran ini mengkaji akal sebagai satu keseluruhan dan menganggap bahwa faktor-faktor yang ada dalam akal inilah yang patut diteliti untuk bisa memahami perilaku manusia. Oleh karena itu aliran ini disebut bersifat holistik dan biasa dikaitkan dengan paham nativisme, idealisme, dan mentalisme.
B. Psikologi dalam Bahasa
Menurut Chaer (2003:12) dalam sejarah linguistik ada beberapa pakar bahasa yang tertarik dengan bidang psikologi. Di antara mereka yang paling terkenal adalah Wilhelm von Humboldt, Ferdinand de Saussure, Edward Sapir, Leonard Bloomfield, Otto Jespersen.
Wilhelm Von Humboldt (1767-1835, Jerman) pakar linguistik ini mencoba mengkaji hubungan antara linguistik (bahasa) dengan pemikiran manusia (psikologi). Caranya dengan membandingkan tata bahsa dari bahasa yang berlainan dengan tabiat bangsa yang berbeda-beda.Dari situ diambil kesimpulan bahwa tata bahasa mempengaruhi pandangan hidup penutur bahasa itu. Tampaknya, Von Humboldt dipengaruhi oleh aliran rasionalisme. Dia menganggap bahwa bahasa itu bukanlah sesuatu yang bisa dipotong-potong dan diklasifikasikan sebagai aliran empirisme. Menurut Von Humboldt bahasa itu merupakan satu kegiatan yang memiliki prinsip tersendiri.
Ferdinand de Saussure (1858-1913,Swiss) Beliau telah berusaha menerangkan apa bahasa itu dan bagaimana keadaan bahasa di otak. Beliau memperkenalkan 3 istilah tentang bahasa: langage (bahasa pada umumnya yang bersifat abstrak), language (bahasa khusus yang bersifat abstrak) dan parole (bahasa sebagai tuturan yang bersifat konkret). Saussure menegaskan objek kajian linguistik adalah language sedangkan objek kajian psikologi adalah parole. Berarti kalau ingin mempelajari bahasa secara utuh maka ilmu bahasa dan psikologi harus digunakan.
Edward Sapir (1884-1939, Amerika) menurut Sapir psikologi dapat memberikan dasar yang kuat dalam pengkajian bahasa. Beliau juga mengkaji hubungan antara bahasa dengan pemikiran. Dari kajian itu beliau berkesimpulan bahwa bahasa terutama strukturnya merupakan sesuatu yang menentukan pemikiran manusia. Beliau juga menekankan bahwa linguistik dapat membantu psikologi gestalt.
Leonard Bloomfield (1887-1949, Amerika) Dalam menganalisis bahasa Bloomfield dipengaruhi oleh 2 aliran psikologi yang saling bertentangan yaitu mentalisme dan behaviorisme. Pada mulanya beliau menggunakan prinsip-prinsip mentalisme(yang sejalan dengan teori psikologi Wundt). Di sini beliau berpendapat bahwa berbahasa dimulai dari melahirkan pengalaman yang menyenangkan terutama karena adanya tekanan emosi yang kuat. Jika melahirkan pengalaman dalam bentuk bahasa ini karena adanya tekanan emosi yang kuat maka muncullah ucapan(kalinat) ekslamasi. Jika pengalaman ini lahir dari keinginan berkominasi maka lahirlah kalimat deklarasi. Jika keinginan berkomunikasi ini bertukar menjadi kenginan untuk mengetahui maka akan menjadi kalimat interogasi. Tapi sejak tahun 1925 Bloomfield meninggalkan psikologi mentalisme Wundt lalu menganut paham psikologi behaviorisme Watson dan Weiss. Beliau menerapkan teori psikologi behaviorisme dalam teorinya yang kini terkenal dengan nama “linguistik struktural” dan “linguistik taksonomi”.
Otto Jespersen (Denmark), Jespersen menganalisis bahasa menurut psikologi mentalistik yang juga berbau behaviorisme. Jaspersen berpendapat bahwa bahasa bukanlah satu wujud dalam arti satu benda seperti sebuah meja melainkan berupa satu fungsi manusia sabagai lambang-lambang di dalam otak yang melambangkan pikiran atau yang membangkitkan pikiran itu. Jadi juga bersifat behavioristik. Malah beliau juga berpendapat bahwa satu kata dapat dibandingkan dengan satu kebiasaan perilaku, seperti mengangkat topik, melirik, atau perbuatan lain.
C. Bahasa dalam Psikologi
Ada beberapa pakar psikologi yang menaruh perhatian pada linguistik, seperti John Dewey, Karl Buchler, Wundt, Watson, Weiss.
John Dewey (1859-1952, Amerika), ia mengaji bahasa dan perkembangnnya dengan cara menafsirkan analisis bahasa anak-anak berdasarkan prinsip-prinsip psikologi. Umpamanya beliau menyarankan agar penggolongan psikologi akan kata-kata yang dicuapkan anak-anak dilakukan berdasarkan makna yang dipahami anak-anak dan bukan seperti makna yang dipahami oleh orang dewasa. Dengan cara ini maka berdasarkan prinsip-prinsip psikologi akan didapat ditentukan hubungan antara kata-kata adjective dan preposisi di satu pihak dengan kata-kata berkelas adverbia dan preposisi. Jadi dengan pengkajian kelas kata berdasarkan pemahaman kanak-kanak kita akan dapat menentukan kecenderungan mental anak-anak yang dihubungkan perbedaan-perbedaan linguistik.
Karl Buchler (Jerman) dalam bukunya yang berjudul Sprach Theorie beliau menyatakan bahwa bahasa manusia mempunyai 3 fungsi yang disebut Kungabe (kemudian disebut Ausdruck), Appell (sebelumnya disebut auslosung), dan Darstellung. Yang dimaksud Kungabe adalah tindakan komunikatif yang diwujudkan dalam bentuk verbal. Appell adalah permintaan yang ditujukan kepada orang lain. Sedangkan Darstellung adalah penggambaran pokok masalah yang dikomunikasikan.
Wundt (1832-1920-Jerman), orang pertama yang mengembangkan secara sistematis teori mentalistik bahasa. Ia menyatakan bahwa bahasa adalah alat untuk melahirkan pikiran. Wundt berpendapat bahwa pada mulanya bahasa lahir dalam bentuk gerak-gerik yang dipakai untuk melahirkan perasaan-perasaan yang sangat kuat secara tidak sadar. Lalu terjadilah pertukaran antara komponen-komponen perasaan ini dengan komponen-komponen akal atau mentalisme. Komponen-komponen akal ini kemudian diatur oleh kesadaran menjadi alat pertukaran pikiran yang kemudian tampil menjadi bahasa. Maka, menurut Wundt, setiap bahasa terdiri atas ucapan-ucapan dalam bentuk bunyi atau isyarat lain yang dapat dipahami, yang dilakukan oleh gerakan-gerakan otot untuk mengeluarkan segala perasaan, konsep mauupun emosi. Menurut Wundt satu kalimat merupakan satu kejadian akal yang tampil serentak.
Di samping itu, Wundt juga dikenal sebagai pengembang teori performansi bahasa. Teori ini didasarkan pada analisis psikologi yang dilakukannya yang terdiri atas dua aspek, yaitu fenomena luar yang berupa citra bunyi, dan fenomena dalam yang berupa rentetan pikiran. Hal ini jelas menunjukkan bahwa analisis yang dibuat Wundt terhadap hubungan sistem fenomena luar dan sistem fenomena dalam sangat tergantung pada fenomena linguistik (bahasa). Dengan kata lain, interaksi antara fenomena luar dan fenomena dalam akan dapat dipahami dengan lebih baik melalui pengkajian struktur bahasa.
Watson (1878-1958, Amerika), ahli psikologi behaviorisme. Ia menempatkan perilaku atau kegiatan berbahasa sama dengan perilaku atau kegiatan lainnya, seperti makan, berjalan, dan melompat. Pada mulanya Watson hanya menghubungkan perilaku berbahasa yang implisit, yakni terjadi di dalam pikiran, dengan yang eksplisit, yakni berupa tuturan. Namun kemudian dia telah menyamakan perilaku berbahasa itu dengan teori stimulus-respon (S-R) yang dikembangkan oleh Pavlop. Maka, penyamaan ini memperlakukan kata-kata sama dengan benda-benda lain sebagai respon dari suatu stimulus.
Weiss, ahli psikologi behaviorisme Amerika. Ia mengakui adanya aspek mental dalam bahasa. Namun, karena wujudnya tidak memiliki kekuatan bentuk fisik, maka wujudnya itu sukar dikaji atau ditunjukkan. Oleh karena itu, Weiss lebih cenderung mengatakan bahwa bahasa itu sebagai satu bentuk perilaku apabila seseorang menyesuaikan dirinya dengan lingkungan sosialnya. Weiss juga telah mengemukakan sejumlah masalah yang harus dipecahkan oleh bahasa dan psikologi yang dilihat dari sudut behaviorisme. Di antara masalah-masalah itu sebagai berikut ini:
(a) bahasa merupakan satu kumpulan respon yang jumlahnya tidak terbatas terhadap suatu stimulus;
(b) pada dasarnya perilaku bahasa menyatukan anggota suatu masyarakat ke dalam organisasi gerak saraf;
(c) perilaku bahasa adalah sebuah alat untuk mengubah dan meragam-ragamkan kegiatan seseorang sebagai hasil warisan dan hasil perolehan;
(d) bahasa dapat merupakan stimulus terhadap satu respon, atau merupakan satu respon terhadap satu stimulus;
(e) respon bahasa sebagai satu stimulus pengganti untuk benda dan keadaan yang sebenarnyamemungkinkan kita untuk memunculkan kembali suatu hal yang pernah terjadi, dan menganalisis kejadian ini dalam bagian-bagiannya.
D. Hubungan Berbahasa, Berpikir, dan Berbudaya
Berbahasa dalam arti komunikasi dimulai dengan membuat enkode sematik dan enkode gramatikal di dalam otak pembicara. Kemudian dilanjutkan dengan pembuatan enkode fonologi. Dilanjutkan dengan penyusunan dekode fonologi, dekode gramatikal dan dekode semantik pada pihak pendengar yang terjadi di dalam otaknya.
Beberapa pendapat di kemukakan oleh sejumlah pakar tentang beberapa teori (Chaer, 2003:51) sebagaimana tergambar di bawah ini.
1. Teori Wilhelm von Humboldt
Beliau menekankan bahwa pemikiran manusia tidak bisa lepas dari bahasa. Maksudnya pandangan hidup dan budaya manusia ditentukan oleh bahasa manusia itu sendiri. Anggota-anggota masyarakat itu tidak bisa menyimpang dari lagi dari garis-garis yang ditentukan bahasanya itu. Kalau seseorang ingin mengubah pandangan hidupnya maka dia harus belajar dulu satu bahasa lain. Mengenai bahasa itu sendiri Humboldt berpendapat bahwa bahasa itu dibagi menjadi dua bagian yaitu bunyi-bunyian dan pikiran-pikiran yang belum terbentuk. Bunyi-bunyi dibentuk oleh lautform dan pikiran-pikiran dibentuk oleh innerform. Jadi bahasa menurut Humboldt adalh sintesa dari bunyi(lautform) dan pikiran(ideenform).
Bisa disimpulkan bunyi bahasa adalh bentuk luar dan pikiran-pikiran adalah bentuk dalam. Kedua bentuk inilah yang membelenggu manusia dan cara bepikirnya. Dengan kata lain, bahwa struktur bahasa menyatakan kehidupan dalam (otak, pemikiran) penutur bahasa itu.
2. Teori Sapir - Whorf
Berdasarkan hipotesis Sapir-Whorf dapat dikatakan bahwa kebudayaan dan pandangan hidup masyarakat Asia Tenggara adalah sama karena bahasanya memiliki struktur yang sama. Sedangkan pandangan bangsa Cina, Amerika Latin dan Eropa adalah berlainan karena struktur bahasanya berlainan. Whorf juga mengatakan bahwa bahasa menuntun pola berpikir kita contohnya : pada kalimat see that wave strukturnya see that house. Dalam kalimat see that house kita memang dapat melihat sebuah rumah tapi pada kalimat see that wave kita sebenarnya melihat sekumpulan ombak (karena tidak ada ombak hanya satu).I ni adalah bukti bahwa pikiran kita dikungkung oleh ikatan-ikatan yang sebenarnya dapat ditanggalkan.
3. Teori Jean Piaget
Menurut Piaget pikiranlah yang membentuk bahasa tanpa pikiran bahasa tidak ada.Piaget yang mengembangkan teori yang mengembangkan teori perkembangan kognisi menyatakan jika seorang anak dapat menggolongkan sekumpulan benda-benda dengan cara-cara yang berlainan sebelum anak itu dapat menggolongkan benda-benda itu dengan menggunakan kata-kata yang yang serupa dengan benda-benda tersebut maka perkembangan kognisi dapat diterangkan telah terjadi sebelum dia dapat berbahasa.
Menurut teori pertumbuhan kognisi seorang anak-anak mempelajari sesuatu mengenai tindakan-tindakan dari perilakunya kemudian baru dari bahasa.
Piaget juga mengemukakan dua hal penting yang berkaitan dengan hubungan antara bahasa dengan kegiatan-kegiatan intelek (pikiran) :
(a) Sumber kegiatan intelek tidak terdapat dalam bahasa, tapi dalam periode sensorimotorik yakni satu sistem skema, dikembangkan secara penuh dan membuat lebih dulu gambaran-gambaran dari aspek-aspek struktur golongan-golongan dan hubungan-hubungan benda-benda(sebelum mendahului gambaran-gambaran lain)dan bentuk-bentuk dasar penyimpanan dan operasi pemakaian kembali.
(b) Pembentukan pikiran yang tepat dikemukakan dan berbentuk terjadi pada yang bersamaan dengan pemerolehan bahasa.Keduanya milik suatu proses yang lebih umu yaitu konstitusi lambang pada umumnya.Awal terjadinya fungsi lambang ini ditandai oleh bermacam-macam perilaku yang terjadi serentak dalam perkembangannya.
Piaget juga menegaskan bahwa kegiatan intelek sebenarnya adalah aksi atau perilaku yang telah dinuranikan dan dalam kegiatan-kegiatan sensomotor termasuk juga perilaku bahasa.
4. Teori L.S. Vygotsky
Berpendapat adanya satu tahap perkembangan bahasa sebelum adanya perkembngan pikiran dan satu tahap pikiran sebelum adanya perkembangan bahasa kemudian dua garis itu bertemu maka terjadilah secara serentak pikiran bahasa dan bahasa berpikir. Dengan kata lain pikiran dan bahasa pada tahap permulaan berkembang terpisah dan tidak saling mempengaruhi kemudiankeduanya bertemu bertemu saling mempengaruhi dan bekerja sama.
Menurut Vygotsky dalam mengkaji gerak pikiran ini kita harus membagi dua bagian ucapan, yaitu ucapan dalam yang mempunyai arti yang merupakan aspek semantik ucapan dan ucapan luar yang merupakan aspek fonetik atau aspek bunyi ucapan. Dalam perkembangan bahasa masing-masing bergerak bebas. Keduanay bergerak dalam arah yang bertentangan dan perkembangan keduanya sudah terjadi pada waktu dan cara yang sama.
5. Teori Noam Chomsky
Tentang bahasa, pemikiran Noam mengajukan tentang teori Klasik yang disebut Hipotesis Nurani. Secara tidak langsung teori ini membicarakan tentanghubungan bahasa dengan pemikiran, tetapi kita tidak dapat menarik kesimpulan mengenai hal itu karena Chomsky sendiri menegaskan bahwa pengkajian bahasa membukakan perspektif yang baik dalam pengkajian proses mental(pemikiran) manusia.
Hipotesis Nurani mengatakan bahwa struktur bahasa-dalam adalah nurani. Artinya rumus-rumus itu di bawa sejak lahir. Pada waktu seorang anak-anak mulai mempelajari bahasa ibu, dia telah dilengkapi sejak lahir dengan satu peralatan konsep dengan sruktur bahasa-dalam yang bersifat universal.
6. Teori Eric Lenneberg
Berkenaan dengan bahasa, Eric mengajukan teori yang disebut Teori Kemampuan Bahasa Khusus. Teori ini secara kebetulan ada kesamaan dengan teori Chomsky dan juga dengan teori Piaget.
Menurut Lenneberg banyak bukti yang menunjukkan bahwa manusia menerima warisan biologi asli berupa kemampuan berkomunikasi dengan bahasa yang khusus untuk manusia, dan tidak ada hubungan nya dengan kecerdasan dan pemikiran.
Bukti bahwa manusia telah dipersiapkan secara biologis unutk berbahasa menurut Lennerberg :
(a) Kemampuan bahasa sangat erat hubungannya dengan bagian anatomi dan fonologi manusia.
(b) Jadwal perkembangan bahasa yang sama berlaku bagi semua kanak-kanak normal.
(c) Perkembangan bahasa tidak dapat dihambat meskipun pada kanak-kanak yang mempunyai cacat tertentu, seperti buta, tuli.
(d) Bahasa tidak dapat di ajarakan pada makhluk lain.
(e) Setiap bahasa, tanpa kecuali, didasarkan pada prinsip semantic, sintaksis, dan fonologi yang universal.
7. Teori Bruner
Berkenaan dengan masalah hubungan bahasa dan pemikiran, Bruner memperkenalkan teori Instrumentalia. Menurut teori ini bahasa adalah alat pada manusia untuk mengembangkan dan menyempurnakan pemikiran itu. Dengan kata lain, bahasa dapat membantu pemikiran manusia supaya dapat berpikir lebih sistematis. Bruner berpendapat bahwa bahasa dan pemikiran berkembang dari sumber yang sama. Oleh karena itu, keduanya mempunyai bentuk yang sangat serupa, maka keduanya saling membantu. Selanjutnya, bahasa dan pikiran adalah alat untuk berlakunya aksi.
E. Perkembangan Bahasa Anak
Penelitian terhadap perkembangan bahasa anak tidak terlepas dari pandangan, hipotesis atau teori psiokologi.Dalam hal ini sejarah mencatat ada 3 pandangan dalam perkembangan bahasa anak yaitu :


a. Pandangan Nativisme(nature)
Diwakili oleh Noam chomsky, Nativisme berpendapat bahwa selama proses pemerolehan bahasa pertama, manusia sedikit demi sedikit membuka kemampuan lingualnya yang secara genetis telah diprogramkan. Pandangan ini menganggap bahwa lingkungan tidak punya pengaruh dalam perolehan bahasa, hanya menganggap bahwa bahasa adalah pemberian biologis yang disebut “hipotesis pemberian alam”. Kaum nativis berpendapat bahwa bahasa itu terlalu kompleks dan rumit sehingga mustahil dipelajari dalam waktu yang sehingga. Menurut Chomsky bahasa hanya dapat dipelajari oleh manusia.Pendapat ini didasarkan pada asumsi: (1) perilaku berbahasa adalah sesuatu yang diturunkan, (2) bahasa dapat dikuasai dalam waktu yang singkat, (3) lingkungan bahasa si anak tidak dapat menyediakan data secukupnya bagi penguasaaan tata bahasa yang rumit dari orang dewasa.
b. Pandangan Behaviorisme (nurture)
Diwakili oleh B.F. Skinner Kaum behaviorisme menekankan bahwa proses pemerolehan bahasa pertama dikendalikan dari luar diri si anak oleh rangsangan yang diberikan oleh lingkungan.Istilah bahasa oleh kaum behavioris dianggap kurang tepat karena istilah bahasa menyiratkan suatu wujud ,sesuatu yang digunakan dan bukan sesuatu yang dilakukan padahal bahasa itu merupakan suatu perilaku diantara perilaku manusia lainnya.
Menurut kaum behavioris kemampuan dan memahami oleh anak diperoleh melalui rangsangan dari lingkungan anak dianggap sebagai penerima pasif tekanan lingkungan dan tidak mengakui pandangan bahwa anak menguasai kaidah bahasa dan memiliki kemampuan untuk mengabstrakan ciri-ciri penting dari bahasa di lingkungannya.
c. Pandangan kognitifisme
Jean Piaget menyatakan bahwa bahasa itu bukanlah suatu ciri alamiah yang terpisah, melainkan salah satu kemampuan yang berasal dari kematangan kognitif. Bahasa distrukturi oleh nalar, maka perkembangan bahasa harus berlandaskan pada perubahan yang lebih mendasar dan lebih umum. Jadi, urut-urutan perkembangan kognitif menentukan urutan perkembangan bahasa.
Piaget menegaskan bahwa struktur yang kompleks dari bahasa bukanlah sesuatu yang diberikan oleh alam dan bukan pula sesuatu yang dipelajri dari lingkungan tapi timbul sebagai akibat dari interaksi yang terus menerus antara tingkat fungsi kognitif si anak dengan lingkungan kebahasaannya.
F. Tahap Perkembangan Kemampuan Berbicara dan Bahasa
Berikut ini akan disajikan tahapan perkembangan bahasa dan bicara seorang anak. Namun perlu diperhatikan, bahwa batasan-batasan yang tertera juga bukan merupakan batasan yang kaku mengingat keunikan setiap anak berbeda satu dengan yang lain. Menurut Dr. Miriam Stoppard (1995) membagi tahapan perkembangan kemampuan bicara dan berbahasa mulai dari 0 sampai 3 tahun.
Umur 0 - 8 minggu
• Perkembangan kemampuan berbicara dan bahasa
Pada masa awal, seorang bayi akan mendengarkan dan mencoba mengikuti suara yang didengarnya. Sebenarnya tidak hanya itu, sejak lahir ia sudah belajar mengamati dan mengikuti gerak tubuh serta ekspresi wajah orang yang dilihatnya dari jarak tertentu. Meskipun masih bayi, seorang anak akan mampu memahami dan merasakan adanya komunikasi 2 arah dengan memberikan respon lewat gerak tubuh dan suara. Sejak 2 minggu pertama, ia sudah mulai terlibat dengan percakapan dan pada minggu ke-6 ia akan mengenali suara sang ibu dimana pada usia 8 minggu, ia mulai mampu memberikan respon terhadap suara yang dikenalnya. Tindakan yang dapat dilakukan orang tua adalah:
(1) Semakin dini orang tua menstimulasi anaknya dengan cara mengajaknya bercakap-cakap dan menunjukkan sikap yang mendorong munculnya respon dari si anak, maka sang anak akan semakin dini pula tertarik untuk belajar bicara. Tidak hanya itu, kualitas percakapan dan bicaranya juga akan lebih baik. Jadi akan lebih baik jika orang tua terus mengajak anaknya bercakap-cakap sejak hari pertama kelahirannya.
(2) Jalinlah komunikasi dengan dihiasi oleh senyum anda, pelukan, dan perhatian. Dengan demikian anak anda akan termotivasi untuk berusaha memberikan responnya.
(3) Tunjukkanlah selalu kasih sayang melalui peluk-cium, dan kehangatan yang bisa dirasakan melalui intonasi suara anda. Dengan demikian, anda menstimulasi terjalinnya ikatan emosional yang erat antara anda dengan anak anda sekaligus membesarkan hatinya.
(4) Selama menjalin komunikasi dengan anak anda, jangan lupa untuk melakukan kontak mata secara intensif karena dari pandangan mata tersebutlah anak bisa merasakan perhatian, kasih sayang, cinta dan pengertian.
(5) Jika anak anda menangis, jangan didiamkan saja. Selama ini banyak beredar pandangan keliru, bahwa jika bayi menangis sebaiknya didiamkan saja supaya nantinya tidak manja dan bau tangan. Padahal satu-satunya cara seorang bayi baru lahir untuk mengkomunikasikan keinginan dan kebutuhannya adalah melalui tangisan, jika tangisan nya tidak di pedulikan, lama-lama ia akan frustasi karena kebutuhanya terabaiakan.
Umur 8 - 24 minggu
• Perkembangan kemampuan berbicara dan bahasa
Tidak harus setelah seorang bayi tersenyum, ia mulai belajar mengekspresikan dirinya melalui suara-suara yang sangat lucu dan sederhana, seperti “eh” ”ah” “oh” dan tidak lama kemudian ia akan mulai mengucapkan konsonan seperti “m” “p” “b” dan “j”. Pada usia 12 minggu, seorang bayi sudah muali terlibat pada percakapan “tunggal” dengan menyuarakan “gaga” dan pada usia 16 minggu, ia makin mampu mengeluarkan suara seperti tertawa atau teriakan riang. Pada usia 24 minggu, seorang bayi akan mulai bisa menyuarakan “ma” “ka” “da” dan sejenisnya. Sebenarnya banyak tanda-tanda yang menunjukkan bahwa seorang anak sudah mulai memahami apa yang orang lain katakan. Tindakan yang dapat dilakukan orang tua adalah:
(1) Untuk bias berbicara, seorang anak perlu latihan mekanisme berbicara melalui latihan gerakan mulut, lidah, bibir. Sebenarnya aktivitas menghisap, memijat, menyemburkan gelembung dan mengunyah merupakan kemampuan yang diperlukan. Oleh sebab itu, anak harus dialtih dengan permainan maupun makanan.
(2) Sering-seringlah menyanyikan lagu untuk anak anda dengan lagu anak-anak yang sederhana dan lucu, secara berulang dengan penekanan pada ritme dan pengucapannya. Bernyanyilah dengan diselingi permainan yang bernada serta menarik.
(3) Salah satu cara seorang anak berkomunikasi di usia ini adalah melalui tertawa. Oleh sebab itu kita harus sering bercanda, tertawa, membuat suara yang lucu agar kemampuan komunikasi dan interaksinya meningkat dan mendorong tumbuhnya kemampuan bahasa dan bicara.
(4) Setiap bayi yang baru lahir, mereka akan belajar melalui pembiasaan ataupun pengulangan suatu pola, kegiatan, nama, peristiwa. Melalui mekanisme ini kita mulai bisa mengenalkan kata-kata yang bermakna pada anak saat melakukan aktivitas rutin, seperti pada waktu makan, kita bisa mengatakan “nyam-nyam”.
Umur 28 minggu - 1 tahun
• Perkembangan kemampuan berbicara dan bahasa
Usia 28 minggu seorang anak mulai bisa mengucapkan “ba” “da” “ka” secara jelas sekali. Bahkan waktu menangis pun vokal suaranya sangat lantang dan dengan penuh. Pada usia 32 minggu, ia akan mampu mengulang bebarapa suku kata yang sebelumnya sudah mampu diucapkannya. Pada usia 48 minggu, seorang anak mulai mampu sedikit demi sedikit mengucapkan sepatah kata yang sarat dengan arti. Selain itu ia mulai mengerti kata “tidak” dan mengikuti instruksi sederhana seperti “bye-bye”. Tindakan yang dapat dilakukan orang tua adalah:
(1) Jadilah model yang baik untuk anak anda terutama paad masa inilah mereka mulai belajar meniru kata-kata yang didengarnya dan mengucapkan kembali. Ucapkan kata-kata dan kalimat anda secara perlahan, jelas dengan disertai tindakan(agar anak tahu artinya) dan bahasa tubuh dan ekspresi wajah kita harus pas.
(2) Anak anda akan belajar berbicara dengan bahasa yang tidak jelas bagi anda, Jadi ini lah waktu anda dengan anak, saling belajar memahami.Jadikan kegiatan ini sebagai bentuk permainan yang menyenangkan agar anak tidak patah semangat, namun jiak anda malas memperhatikan “suaranya” maka anak anda akan merasa bahwa “tidak mungkin baginya untuk mencoba mengekspresikan keinginannya”.
(3) Kadang-kadang, ikutilah gumamnya, namun anda juga perlu mengucapkan kata secara benar. Jika suatu saat ia berhasil mengucapkan sesuatu suku kata atau kata dengan benar, berilah pujian yang disertai dengan pelukan, tepuk tangan, dan sampaikan padanya “betapa pandainya dia.”
(4) Jika mengucapkan sebuah kata, sertailah dengan penjelasan artinya. Lakukan hal ini terus-menerus, meski tidak semua dimengertinya. Penjelasan bisa dilakukan dengan menunjukan gambar, gerakan, sikap tubuh, atau ekspresi.
Umur 1 Tahun - 18 bulan
• Perkembangan kemampuan berbicara dan bahasa
Pada usia setahun, seorang anak akan mampu mengucapkan dua atau tiga patah kata yang mempunyai makna. Sebenarnya, ia juga sudah mampu memahami sebuah objek sederhana yang diperlihatkan padanya. Pada usia 15 bulan, anak mulai bisa mengucapkan dan meniru kata yang sederhana dan sering didengarnya kemudian mengekspresikannya pada posisi yang tepat. Usia 18 bulan, ia sudah mampu menunjukan objek yang dilihatnya dan yang dijumpainya setiap hari. Selain itu, Ia juga mampu menghasilkan kurang lebih 10 kata yang bermakna. Tindakan yang dapat dilakukan orang tua adalah:
(1) Semakin mengenalkan anak anda dengan berbagai macam suara, seperti suara mobil, motor, kucing, dsb. Kenalkan pula pada suara yang sering didengarnya, seperti pintu terbuka dan tertutup, suara air, benda jatuh, dsb.
(2) Sering-seringlah membacakan buku yang sangat sederhana dengan cerita yang menarik. Tunjukan objek yang terlihat di buku, sebutkan namanya, apa yang sedang dilakukannya, jalan ceritanya. Dan mintalah kembali apa yang telah anda sebutkan, jika ia berhasil, berilah ia pujian.
(3) Jika sedang bersamanya, sebutkan nama-nama benda, warna dan bentuk objek yang dilihatnya.
(4) Anda mulai bisa mengenalkan dengan angka, seperti mengitung benda-benda sederhana yang sering dibuat permainan. Lakukan itu dalam suasana santai dan nyaman.



Umur 18 Bulan - 2 Tahun
• Perkembangan kemampuan berbicara dan bahasa
Pada rentang usia ini, kemampuan bicara anak semakin tinggi dan kompleks. Perbendaharaan katanya bisa mencapai 30 kata, dan mulai sering mengutarakan pertanyaan sederhana, seperti “mana?” dan memberikan jawaban singkat, seperti “tidak” “di sana.” Pada usia ini, mereka mulai menggunakan kata-kata yang menunjukan kepemilikan, seperti “punyaku.” Bagaimanapun juga, sebuah percakapan melinbatkan komunikasi dua belah pihak, sehingga anak akan juga belajar merespon setelah mendapatkan stimulus. Semakin hari, ia semakin luwes dalam menggunakan kata dan bahasa sesuai dengan situasi yang dihadapi. Namun perlu diingat, oleh karena perkembangan koordinasi motoriknya juga belum terlalu sempurna, kata-kata yang diucapkan masih sering kabur, misalnya: “Balon” manjadi “Aon”, “Roti” menjadi”Oti”. Tindakan yang dapat dilakukan orang tua adalah:
(1) Mulailah mengenalkan anak pada perbendaharaan kata yang menerangkan sifat atau kualitas, seperti “baik, indah, cantik, dingin , banyak, asin, manis, dsb.”Caranya, pada saat anak anda mengucapkan satu kata tertentu, sertailah dengan kualitas tersebut, misalnya “anak baik.”
(2) Mulailah mengenalkan padanya kata-kata yang mengenalkan keadaan atau peristiwa yang terjadi : sekarang, besok, di sini, nanti, dll.
(3) Anda juga bisa mengenalkan kata-kata yang menunjukan tempat: di atas, di bawah, di samping.
(4) Yang perlu anda ingat, janganlah menyetarakan perkembangan anak anda dengan anak yang lain karena setiap anak mempunyai hambatan yang berbeda-beda. Jadi, jika anak anda kurang lancar berbicara, jangan kemudian menekannya agar mengoptimalkan kemampuannya. Keadaan ini akan membuat ia stres.
Umur 2 Tahun - 3 Tahun
• Perkembangan kemampuan berbicara dan berbahasa
Seorang anak mulai menguasai 200-300 kata dan senang berbicara sendiri (monolog). Sekali waktu, ia akan memperhatikan kata-kata yang baru didengarnya untuk dipelajari secara diam-diam. Mereka mulai mendengarkan pesan-pesan, yang penuh makna, yang memerlukan perhatian dengan penuh minat dan perhatian. Perhatian mereka juga semakin luas dan semakin bervariasi, mereka juga semakin lancar dalam bercakap-cakap, meski pengucapannya juga belum sempurna. Anak se usia ini juga semakin tertarik mendengarkan cerita yang lebih panjang dari kompleks. Jika di ajak bercakap-cakap, mudah bagi mereka untuk mereka untuk loncat dari satu topik pembicaraan ke yang lainnya. Selain itu, mereka sudah mampu menggunakan kata sambung “sama”, misalnya ”ani pergi ke pasar bersama ibu”, untuk menggambarkan dan menyambung 2 situasi yang berbeda. Pada usia ini mereka juga bisa menggunakan kata “aku” “saya” dengan baik dan benar. Dengan banyaknya kata-kata yang mereka pahami, mereka semakin mengerti perbedaan antar yang terjadi masa lalu dan masa kini. Tindakan yang dapat dilakukan orang tua adalah:
(1) Pada usia ini, anak anda akan lebih senang bercakap-cakap dengan anak se usia nya dari pada dengan orang dewasa. Oleh sebab itu, akan baik jika ia banyak di kenalkan anak-anak se usianya dan dilibatkan pada lingkungan sosial yang bisa memfasilitasi kemampuan sosial dan cara berkomunikasinya. Salah satu tujuan ortu memasukkan nursery school agar anaknya bisa mengembangkan kemampuan komunikasi sekaligus sosialisasi. Meskipun demikian, bahasa dan kata-kata yang di ucapkan masih bersifat ego sentris, namun lama-kelamaan akan bersifat sosial seiring dengan perkembangan usia dan keluasan jaringan sosialnya.
(2) Sering-seringlah menceritakan cerita menarik pada anak anda, karena sebenarnya cerita juga merupakan media atau sarana untuk mengekspresikan emosi, menamakan emosi yang disimpan dalam hati dan belajar berempati. Dari kegiatan ini pulalah anda tidak hanya belajar berani mengekspresiakn diri secara verbal tetapi juga belajar perilaku sosial.
(3) Ceritakan padanya cerita yang lebih kompleks dan kenalkan beberapa kata-kata baru sambil menerangkan artinya secara terus menerus agar ia dapat mengingatnya dengan mudah.



Umur 3 - 4 tahun
• Perkembangan kemampuan berbicara dan bahasa
Anak-anak muali mampu menggunakan kata-kata yang bersifat perintah, hal ini juga menunjukkan adanya rasa percaya diri yang kuat dalam menggunakan kata-kata dan menguasai keadaan. Mereka senang sekali mengenali kata-kata baru dan terus berlatih untuk menguasainya. Mereka menyadari, bahwa dengan kata-kata mereka bisa mengendalikan situasi seperti yang diinginkan, bisa mempengaruhi orang lain, dan bisa mengajak teman-temannya. Tindakan yang dapat dilakukan orang tua adalah:
(1) Hindari sikap mengoreksi kesalahan pengucapan kata anak secara langsung, karena itu akan membuatnya malu dan malah bisa mematahkan semangatnya untuk belajar berusaha. Anda bisa mengulangi kata tersebut secara jelas, seolah anda mengkomfirmasikan apa yang dimaksudnya.
(2) Pada usia ini, seorang anak sudah mulai bisa mengerti penjelasan sederhana. Oleh sebab itu, anda bisa muali bisa mencoba untuk mengajaknya mendiskusikan soal-soal yang sederhana, dan tanyakan apa pendapatnya tentang persoalan itu.
(3) Mulailah mengeluarkan kalimat yang panjang dan kompleks, agar ia mulai belajar meningkatkan kemampuannya dalam memahami kalimat. Untuk mengetahui apakah ia memahami atau tidak, dan anda bisa melihat responnya. Artinya jika ia melakukan apa yang anda inginkan maka ia sudah mengerti kalimat anda.
(4) Anak-anak sangat menyukai kegiatan berbisik, karena hal itu permainan yang mengasyikkan buat mereka sebagai salah satu cara mengekspresikan perasaan dan keingintahuan.
(5) Pakailah cerita-cerita dongeng dan fabel yang sebenarnya mencerminkan dunia anak kita dan memakainya sebagai suatu cara untuk mengajarkan banyak hal tanpa menyinggung perasaannya. Dengan mendongeng, anda mengenalkan padanya konsep-konsep tentang moralitas, nilai-nilai, sikap yang baik dan jahat, keadilan, kebajikan dan pesan-pesan moral lainnya.
G. Kesimpulan
Manusia mempunyai banyak bahasa. Perkembangan bahasa itu muncul tahun 1994 yang mana pengkajian bahasa dan berbahasa telah dilakukan dan tidak terlepas dari aliran-aliran yang ada, karena filsafat adalah induk dari disiplin ilmu. Dahulu, terdapat dua aliran yang saling bertentangan yang mempengaruhi perkembangan bahasa dan psikologi, yaitu empirisme, dan rasionalisme. Pada awal perkembangannya, perkembangan bahasa bermula dari pakar bahasa yang berminat pada psikologi, dan dilanjutkan dengan kerjasama antara pakar bahasa, pakar politik, dan pakar psikologi, dan munculah psikolinguistik sebagai disiplin mandiri. Perkembangan bahasa memiliki hubungan erat antara berpikir dan budaya. Berbahasa dalam arti berkomunikasi dimulai dengan membuat enkode semantik dan enkode gramatikal di dalam otak pembicara. Banyak teori-teori pada masalah ini yaitu: Teori Willhelm, teori Sapir, teori Jean Piaget, teori LS Vygotsky, teori Noam Chomsky, teori Erick, dan teori Bruner.
Ada juga tentang perkembangan bahasa anak, di mana terdapat beberapa teori tentang eprkembangan bahasa anak yaitu pandangan natifisme yang dimotori oleh Noam Chomsky, pandangan Behaviorisme dimotori oleh B.F Skinner, dan pandangan kognitifisme dipelopori oleh Jean Piaget. Menurut Dr. Miriam Stoppard (1995) membagi tahapan perkembangan kemampuan bicara dan berbahasa mulai dari 0 sampai 3 tahun. Yaitu 0-8 minggu, 8-24 minggu, 28-1 tahun, 1 tahun-18 bulan, 18 bulan-2 tahun, 2-3 tahun, 3-4 tahun.

DAFTAR PUSTAKA
Alwasilah, A. Chaedar. 2008. Filsafat Bahasa dan Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Chaer, Abdul.2003. Psikolinguistik: Kajian teoretik. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Hidayat, Asep Ahmad. 2006. Filsafat Bahasa: Mengungkap Hakikat Bahasa, Makna dan Tanda. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Kattsoff, Louis O. 2004. Pengantar Filsafat. Terjemahan Soejono Soemargono. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Robins, r.h. 1992. Linguistik Umum: Sebuah Pengantar. Yogyakarta: Kanisius.
Santrock, JW.2002. Life-Span Development. Jakarta: Erlangga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar